PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Oleh: Jawi”Marbawi”Al-Kurdy
Dari sekian banyak vareasi model pada pembelajaran kooperatif (cooperative learning), tapi yang paling
banyak dikembangkan dalam pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw
a.
Pengertian Tipe Jigsaw
Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot
Aronsons. Model pembelajaran ini didesains untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi juga harus siap
memberikan materi pada kelompoknya. Sehingga kemampuan secara kognitif dan
sosial siswa dapat berkembang. Pembelajaran model ini lebih meningkatkan kerja
sama antar siswa kelas di bagi menjadi kelompok-kelompok belajar yang terdiri
siswa yang bekerja sama dalam satu perencanaan kegiatan.
Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan kelompok
seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya.
Dengan demikian cara yang efektif untuk menjamin heterogenitas kelompok ini
adalah guru membuat kelompok-kelompok. Siswa dibagi atas 5 (lima) kelompok
(tiap kelompok anggotanya 4-6 orang). Setiap anggota kelompok membaca sub bab
yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Kelompok I (satu)
mempelajari materi bilangan bulat, siswa yang lain dari kelompok satunya
mempelajari tentang penjumlahan bilangan positif dengan positif, kelompok 3
(tiga) mempelajari materi tentang penjumlahan bilangan positif dengan bilangan
negatif, kelompok 4 (empat) mempelajari materi tentang penjumlahan dan
pengurangan bilangan positif dengan negatif, kelompok 5 (lima) mempelajari
materi tentang sifat-sifat penjumlahan: sifat komutatif (pertukaran), sifat
pengelompokan (asosiatif), dan sifat penyebaran (distributif).
Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya. Setiap anggota
kelompok ahli setelah kembali kekelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
Dalam kelas jumlah siswa ada 30 siswa disesuaikan dengan kemampuan
matematikanya dan sudah dirangking, kita bagi dalam 20% (rangking 1-6) kelompok
sangat baik, 20% (rangking 7-12) kelompok baik 20% (rangking 13-18) kelompok
sedang, 20% (19-24) kelompok rendah, 20% (25-30) kelompok sangat rendah.
Kemudian membaginya menjadi 5 (lima) grup (A-E) yang isi tiap-tiap
grupnya heterogen dalam kemapuan matematika, berilah indeks 1 (satu) untuk
siswa dalam kelompok sangat baik, indeks 2 (dua) untuk siswa dalam kelompok
baik, indeks 3 (tiga) untuk siswa dalam kelompok sedang, indeks 4 (empat) untuk
siswa dalam kelompok rendah, dan indeks 5 (lima) untuk siswa dalam kelompok
sangat rendah. Dengan demikian setiap grup akan berisi:
Grup A (A1, A2,
A3, A4, A5, A6)
Grup B (B1, B2,
B3, B4, B5, B6)
Grup C (C1, C2,
C3, C4, C5, C6)
Grup D (D1, D2,
D3, D4, D5, D6)
Grup E (E1, E2,
E3, E4, E5, E6)
Selanjutnya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari
materi yang akan diberikan dan dibina supaya jadi expert (ahli) berdasarkan
indeksnya.
Kelompok 1 (A1,
B1, C1, D1, E1)
Kelompok 2 (A2,
B2, C2, D2, E2)
Kelompok 3 (A3,
B3, C3, D3, E3)
Kelompok 4 (A4,
B4, C4, D4, E4)
Kelompok 5 (A5,
B5, C5, D5, E5)
Kelompok 6 (A6,
B6, C6, D6, E6)
Tiap kelompok ini diberi konsep matematika (transformasi) sesuai dengan
kemampuannya, dengan harapan setiap kelompok bias belajar dengan sebaik-baiknya
sebelum kembali ke dalam grup sebagai tim ahli “expert”.
Dalam pelaksanaan diskusi kelompok ahli dalam grup, expertist (peserta
didik ahli) dalam konsep tertentu ini, masing-masing kembali dalam grup semula.
Pada fase ini kelima grup (1-5) memiliki ahli dalam konsep-konsep tertentu.
Selanjutnya pendidik mempersilahkan anggota group untuk mempresentasikan
keahliannya kepada grupnya masing-masing satu persatu. Proses ini diharapkan
akan terjadi shearing pengetahuan antara mereka.
Dari pengertian di atas, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa diberi
kesempatan untuk berkolaborasi dengan teman lain dalam bentuk diskusi kelompok
memecahkan suatu permasalahan. Setiap kelompok memiliki kemampuan akademik yang
heterogen beranggotakan 4-6 orang siswa sehingga terdapat siswa yang
berkemampuan tinggi, berkemampuan sedang dan berkemampuan rendah.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Slevin “Penerapan jigsaw siswa dibagi
berkelompok dengan 4-6 anggota kelompok belajar heterogen. Setiap anggota
bertanggung jawab untuk mempelajari, menguasai bagian tertentu bahan yang
diberikan kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya. Dengan demikian
terdapat rasa saling membutuhkan dan harus bekerjasmaa secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan.[1]
Adapun tujuan dari jigsaw adalah mengembangkan kerja tim, mengembangkan
keterampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang
tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi
secara individual.
b.
Prinsip dan Fungsi
1)
Prinsip
a)
Penghargaan kelompok, yang akan
diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
b)
Tanggung jawab individual,
bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua
angota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang
lain dan memastikan setiap anggota kelompok tetap siap menghadapi evaluasi
tanpa bantuan yang lain.
c)
Kesempatan yang sama untuk sukses,
bersama bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar
mereka sendiri
2)
Fungsi
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas memastikan bahwa
siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk
melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota sangat bernilai.
c.
Langkah-langkah Pelaksanaan Jigsaw
a)
Membentuk kelompok heterogen yang
beranggotakan 4-6 orang
b)
Masing-masing kelompok mengirimkan
satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut tim ahli.
c)
Kelompok ahli berdiskusi untuk
membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik
tersebut.
d)
Setelah memahami materi, kelompok
ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing (kelompok asal), kemudian
menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
e)
Guru memberikan tes individu pada
akhir pembelejaran tentang materi yang telah didiskusikan.
Model jigsaw ini memiliki dua dampak sekaligus pada diri siswa, yakni
dampak intruksional (instructional effecs)
dan dampak sertaan (nuturance effecs).
Dampak intruksional dilambangkan oleh anak panah, sedangkan dampak sertaan
dilambangkan oleh anak panah garis putu-putus sebagai berikut:
Sumber
http://eprints.uny.ac.id/5541/1/ISI.pdf
Dalam penerapan jigsaw, siswa
dibagi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen.
Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari, menguasai bagian tertentu
bahan yang diberikan kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya. Dengan
demikian terdapat rasa saling membutuhkan dan harus bekerjasama secara
kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari kelompok
lain yang bertugas mendapat topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang
topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Kemudian anggota tim ahli
kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan
didiskusikan di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya
sendiri. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai
berikut:
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar
4.2 Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Dari langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw setiap siswa berkewajiban mempelajari
materi yang ditugaskan kepada mereka secara bersama pada kelompok tim ahli,
kemudian semua siswa harus menyampaikan materi yang sudah dipelajarinya dalam
kelompok asal, sehingga siswa memperoleh pengalaman langsung. Tingkat aktivitas
siswa pada kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi karena semua siswa beradaptasi
dan punya tanggung jawab baik individu maupun kelompok.
Pemberian tes individu pada siswa untuk mengetahui, apakah siswa sudah
dapat memahami suatu materi. Dengan demikian, secara umum penyelenggaraan model
jigsaw dalam proses pelajaran mengajar dapat menumbutuhkan tanggung jawab siswa
sehingga terlihat langsung secara aktif dalam memahami suatu persoalan dan
menyelesaikan secara kelompok.
Pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses pembelajaran semakin
berkurang dalam arti guru menjadi kegiatan kelas. Guru berperan sebagai
fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta
menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan merasa senang berdiskusi
tentang matematika dalam kelompoknya. Mereka dapat berinteraksi dengan teman
sebaya dan juga dengan gurunya sebagai pembimbing. Dalam pembelajaran tipe
jigsaw, meskipun guru tetap mengendalikan aturan, ia tidak lagi menjadi pusat
kegiatan kelas, tetapi siswalah yang menjadi kegiatan kelas. Motivasi teman
sebaya dapat digunakan secara efektif di kelas untuk meningkatkan, baik
pembelajaran kognitif siswa maupun pertumbuhan efektif siswa.
Sebagaimana yang dikemukakan Aronson, kelas dibagi menjadi suatu kelompok
kecil yang heterogen yang diberi nama tim ahli (tim jigsaw) dan materi dibagi
sebanyak kelompok menurut anggota timnya. Tiap-tiap tim diberikan satu set materi yang lengkap dan
masing-masing individu ditugaskan untuk memilih topik mereka. Kemudian siswa
dipisahkan menjadi kelompok “ahli” atau “reka” yang terdiri dari seluruh siswa
di kelas yang mempunyai sebagian informasi yang sama.[2]
Di grep ahli, siswa saling membantu mempelajari materi dan mempersiapkan
untuk tim jigsaw. Setelah siswa mempelajari materi digrup ahli, kemudian mereka
kembali ke tim jigsaw untuk mengajarkan materi tersebut kepada teman setim dan
berusaha untuk mempelajari materi.
Model jigsaw dapat digunakan secara efektif ditiap level dimana siswa
telah mendapatkan keterampilan akademis dari pemahaman materi dan juga
keterampilan kelompok. Melalui kooperatif siswa didorong untuk bekerja sama
secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerjasama yang dimaksudkan
setiap anggota kelompok harus saling membantu, oleh karena itu setiap anggota
kelompok harus memiliki tanggung jawab peuh setiap kelompolknya.
Dalam pembelajaran kooperatif terdiri dari tiga perspektif (penghargaan)
1)
Perspektif inovasi
Artinya bahwa penghargaan yang dibeirkan kepada
kelompok memungkinkan setiap anggta kelompok akan saling membantu. Dengan
demikian keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan
kelompok. Hal seperti ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk
memperjuangkan anggota kelompoknya.
2)
Perpektif sosial
Artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan
saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok
memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan
sendiri oleh kelompok merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota
kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.
3)
Perspektif kognitif dan elaborasi
kognitif
Artinya bahwa dengan adanya interaksi antar anggota
kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk mengolah berbagai informasi
elaborasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya. Kemampuan berasal dari kata
mampu yang artinya sanggup dalam menyelesaikan tugas, cakap dan terampil.
Kemampuan sendiri diartikan suatu kecakapan dan keterampilan untuk
menyelesaikan tugas. Kemampuan Matematika adalah operasi-operasi dan
prosedur-prosedur dalam matematika, yang masing merupakan suatu proses untuk
mencari (memperoleh) hasil tertentu. Seperti kemampuan pada operasi penjumlahan
adalah proses mencari jumlah dua bilangan.
d.
Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
1)
Dapat mengembangkan hubungan antar
pribadi posisif diantara siswa yang memiliki kemampuan belajar berbeda
2)
Menerapkan bimbingan sesama teman
3)
Rasa harga diri siswa yang lebih
tinggi
4)
Memperbaiki kehadiran dan
keaktifan dalam keikutsertaan belajar
5)
Penerimaan terhadap perbedaan
individu lebih besar
6)
Sikap apatis berkurang
7)
Pemahaman materi lebih mendalam
8)
Meningkatkan motivasi belajar
No comments:
Post a Comment