Monday, January 5, 2015

ASAL MULA DAN HIKMAH SERTA FADHILAH MAULID NABI MUHAMMAD SAW



Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.
Kita mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual.

Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi orang Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub, katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan
secara massal.

Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.

Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Dia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul 'Iqd Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan
kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.

***

Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.
Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang "pengampunan" yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata "gerebeg" artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul
Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).

Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi'ul Awal (Mulud), sudah dihapal luar kepala oleh anak-anak NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.

Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba' (kitab sejenis Barzanji). Bisa juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’izhah hasanah dari para muballigh kondang.

Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.

Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: "Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa'at kepadanya di Hari Kiamat." Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”



A.          Hikmah Maulid Nabi SAW
Makna Maulid Nabi yang dalam dunia kita terus diperingati setiap tanggal kelahiran beliau (setiap tanggal 12 Rabiul Awwal) bukan lagi sebuah kesemarakan seremonial belaka, tapi sebuah momen spiritual untuk mentahbiskan beliau sebagai figur tunggal yang mengisi pikiran, hati dan pandangan hidup kita.
Dalam maulid kita tidak sedang membikin sebuah upacara, tapi perenungan dan pengisian batin agar tokoh sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita, tapi betul-betul secara kongkrit tertanam, mengakar, menggerakkan detak-detak jantung dan aliran darah ini.
Arti Maulid Nabi Kata Maulid berasal dari bahasa Arab yang beratrti lahir, peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw merupakan suatu tradisi yang berkembang setelah Nabi SAW wafat, dengan di peringatinya Maulid Nabi Saw ini yang merupakan suatu wujud ungkapan rasa syukur dan kegembiraan serta penghormatan kepada sang utusan Allah karena berkat jasa beliau ajaran agama Islam sampai kepada kita
Selain sebagai ekspresi rasa syukur atas kelahiran Rasulullah SAW., substansi dari peringatan Maulid Nabi adalah mengukuhkan komitmen loyalistas pada beliau. Setidaknya, ini terwujud dengan beberapa hikmah,
Hikmah Perayaan Maulid Nabi Saw, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.            Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
2.            Peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari Senin tiba).
Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, apalagi anugerah Allah bagi umatnya yang beriman dan bertakwa.
3.            Meneguhkan kembali kecintaan kepada Rasulullah SAW. Bagi seorang mukmin, kecintaan terhadap Rasulullah SAW. adalah sebuah keniscayaan, sebagai konsekuensi dari keimanan. Kecintaan pada utusan Allah ini harus berada di atas segalanya, melebihi kecintaan pada anak dan isteri, kecintaan terhadap harta, kedudukannya, bahkan kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Rasulullah bersabda,Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orangtua dan anaknya. (HR. Bukhari).
4.            Meneladani perilaku dan perbuatan mulia Rasulullah SAW. dalam setiap gerak kehidupan kita. Allah SWT. bersabda : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)
Kita tanamkan keteladanan Rasul ini dalam keseharian kita, mulai hal terkecil, hingga paling besar, mulai kehidupan duniawi, hingga urusan akhirat. Tanamkan pula keteladanan terhadap Rasul ini pada putra-putri kita, melalui kisah-kisah sebelum tidur misalnya. Sehingga mereka tidak menjadi pemuja dan pengidola figur publik berakhlak rusak yang mereka tonton melalui acara televisi.
5.            Melestarikan ajaran dan misi perjuangan Rasulullah, dan juga para Nabi. Sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhir, Rasul meninggalkan pesan pada umat yang amat dicintainya ini. Beliau bersabda :“Aku tinggalkan pada kalian dua hal, kalian tidak akan tersesat dengannya, yakni Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya sallallahu alaihi wa sallam” (HR. Malik)

B.           Fadilah Perayaan Maulid Nabi SAW
Menurut fatwa seorang Ulama besar : Asy-Syekh Al Hafidz As-Suyuthi menerangkan bahwa mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw, dengan cara mengumpulkan banyak orang, dan dibacakan ayat-ayat al-Quran dan diterangkan (diuraikan) sejarah kehidupan dan perjuangan Nabi sejak kelahiran hingga wafatnya, dan diadakan pula sedekah berupa makanan dan hidangan lainnya adalah merupakan perbuatan Bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), dan akan mendapatkan pahala bagi orang yang mengadakannya dan yang menghadirinya, sebab terdapat rincian beberapa ibadah yang dituntut oleh stara’ serta sebagai wujud kegembiraan, kecintaan atau mahabbah kapada Rosullullah saw.
Seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw :

مَنْ أَحَبَّنِى كَانَ مَعِيْ فِي الْجَنـَّةِ

“Barang siapa yang senang, gembira, dan cinta kepada saya maka akan berkumpul bersama dengan saya masuk surga”.

Dalam sebuah hadits dikatakan :

مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِىْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَـوْمَ الْقِيَا مَةِ. وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِى مَوْلِدِى فَكَأَ نَّمَا اَنْفَقَ جَبَلاً مِنْ ذَ هَبٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ

“Barang siapa yang memulyakan / memperingati hari kelahiranku maka aku akan memberinya syafa’at pada hari kiamat. Dan barang siapa memberikan infaq satu dirham untuk memperingati kelahiranku, maka akan diberi pahala seperti memberikan infaq emas sebesar gunung fi sabilillah”.

Sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq berkata :

مَنْ أَنْفَقَ دِرْ هَماً فِى مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفِيْقِيْ فِى الْجَنَّةِ

“Barang siapa yang memberikan infaq satu dirham untuk memperingati kelahiran Nabi Saw : akan menjadi temanku masuk surga”.

Sahabat Umar Bin Khoththob berkata :

مَنْ عَظَّمَ مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا اْلإِسْلاَمَ

“Barang siapa yang memuliakan / memperingati kelahiran Nabi Saw, berarti telah menghidupkan Islam”.

Sahabat Ali Bin Abi Tholib berkata :

مَنْ عَظَّمَ مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْياَ اِلاَّ بِاْلإِ يْمَانِ

“Barang siapa yang memuliakan / memperingati kelahiran Nabi Saw, apabila pergi meninggalkan dunia pergi dengan membawa iman”.

Melihat besarnya pahala tersebut maka banyaklah kaum muslimn muslimat yang selalu melahirkan rasa cintanya kepada Nabi dan mengagungkan hari kelahiran Nabi dengan cara-cara yang terpuji seperti pada tiap-tiap malam Senin atau malam Jum’at mengadakan jama’ah membaca kitab Al- Barzanji, sholawat maulud, dan ada pula yang menyediakan tabungan yang berwujud uang hasil tanaman atau sebagian gajinya untuk kepentingan memperingati kelahiran Nabi Saw.