Tuesday, September 1, 2015

KORELASI TASAWUF, ILMU KALAM, DAN FILSAFAT



Oleh : ABHY JAWI "MARBAWI" AL-KURDY



A.      Ilmu Tasawuf
Salah satu disiplin ilmu yang berkembang dalam tradisi kajian Islam, selain Ilmu Kalam, Filsafat dan Fiqih. Tujuannya adalah untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Intisarinya adalah adanya komunikasi antara ruh manusia degan Tuhan dengan cara berkontemplasi, serta melalui maqamat dan ahwal.

  1. Tingkat Kedekatan Allah-Manusia


a.       Allah di sana (QS. Alu Imran/3:156)
b.      والله بما تعملون بصير
c.       Allah di sini (QS. Al-Baqarah/2:186)
d.      وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداعي إذا دعان
e.       Allah dalam diri kita (QS. Qaf/50: 16)
f.       ولقد خلقنا الإنسان ونعلم ما توسوس به نفسه ونحن أقرب إليه من حبل الوريد
      2.      Karakteristik Tasawuf     

a.       Pengalaman mistis selalu mengarah ke dalam, dan dengan sendirnya bersifat pribadi (dirinya dengan Allah).
b.      Ajaran tasawuf disebut juga ajaran akhlak; akhak yang mereka hendak wujudkan adalah ‘tiruan’ akhlak Allah sesuai hadis : Takhallaqu bi akhlaqi ‘l-ah.
c.       Tasawuf berusaha mengetahui dan menemukan   Kebenaran Tertinggi (Allah SWT); dan bila mendapatkannya, seorang sufi tidak akan banyak menuntut dalam hidup ini.
d.      Orientasi kegaiban lekat pada karakteristik tasawuf
      3.  Lima Ciri Tasawuf Menurut Taftazani

a.         Peningkatan moral. Tasawuf memiliki nilai-nilai moral dengan tujuan membersihkan jiwa.
b.         Sirna (fana) dalam realitas mutlak (Allah). Manusia merasa kekal abadi dalam Realitas Yang Tertinggi, bahkan meleburkan kepadaNya.
c.         Pengetahuan intuitif langsung. Realitas tersingkap dengan kasyaf.
d.        Ketenteraman dan kebahagiaan.
e.         Penggunaan simbol-simbol dalam ungkapan.

B.       Ilmu Kalam
1.      Nama lain dari Ilmu Kalam adalah Ilmu Aqaid (ilmu akidah-akidah), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang Kemahaesaan Tuhan), Ilmu Ushuluddin (Ilmu pokok-pokok agama). Disebut juga ‘Teologi Islam’. ‘Theos’=Tuhan; ‘Logos’=ilmu. Berarti ilmu tentang ketuhanan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran Islam; termasuk di dalamnya persoalan-persoalan gaib. Ilmu=pengetahuan; Kalam=‘pembicaraan’; pengetahuan tentang pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika.
2.      Sebab Dinamai Ilmu Kalam dan Contoh
a.    Persoalan terpenting yang dibicarakan pada awal Islam adalah tentang Kalam Allah (Al-Qur’an); apakah azali atau non azali (Dialog Ishak bin Ibrahim dengan Imam Ahmad bin Hanbal.
b.    Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil fikiran (dalil aqli) Dalil Naqli (Al-Qur’an dan Hadis) baru dipakai sesudah ditetapkan kebenaran persolan  menurut akal fikiran. (Persoalan kafir-bukan kafir)
c.    Pembuktian kepercayaan agama didasarkan atas logika (Dialog Al-Jubbai dan Al-Asy’ari).

C.      Ilmu Filsafat
1.      Filsafat adalah salah satu pengetahuan; pengetahuan ada tiga : indera, ilmu (ilmiah), filsafat.  Pengetahuan indera mencakup segala sesuatu yang dapat diindera. Batasnya : segala sesuatu yang tidak tertangkap panca indera; pengetahuan ilmu mencakup sesuatu yang dapat diteliti (riset). Batasnya: segala sesuatu yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian; pengetahuan filsafat mencakup segala sesuatu yang dapat difikir oleh akal budi (rasio). Batasnya adalah alam. Namun ia juga mencoba memikirkan sesuatu di luar alam, yang disebut agama, Tuhan.
2.      Tiga Ciri Berfikir Filsafat
a.         Radikal. Radix (bahasa Yunani) berarti akar. Berfikir sampai ke akarnya, tidak tanggung-tanggung.
b.        Sistematis. Berarti berfikir logis, bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dan saling berhubungan secara teratur.
c.         Universal. Berarti berfikir secara umum, tidak khusus. Berfikir secara khusus, masuk lapangan ilmu.
3.      Contoh Berfikir dan Tujuan Filsafat
a.         Hujan turun dari langit; hujan berasal dari bawah (air laut) dengan proses penguapan; air hujan dan seluruh air adalah persenyawaan antara H (Hidrogen) dan O (Oksigen); Persenyawaan itu adalah sunnatullah, hukum yang digariskan oleh Allah; Allah adalah Pencipta segala yang ada. Dialah yang awal dan yang akhir.  
b.        Dengan demikian tujuan filsafat adalah menemukan kebenaran; al-Farabi mengatakan tujuan terpenting filsafat adalah mengetahui Tuhan Yang Maha Esa.

D.      Korelasi Tasawuf, Ilmu Kalam dan Filsafat
1.         Ketiganya berusaha menemukan  apa yang disebut Kebenaran (al-haq).
2.         Kebenaran dalam Tasawuf berupa tersingkapnya (kasyaf) Kebenaran Sejati (Allah) melalui mata hati.
3.         Kebenaran dalam Ilmu Kalam berupa diketahuinya kebenaran  ajaran agama melalui penalaran rasio lalu dirujukkan kepada nash (al-Qur’an & Hadis).
4.         Kebenaran dalam Filsafat berupa kebenaran spekulatif tentang segala yang ada (wujud).      
5.         Bersandar kepada pendapat Abbas Mahmud ‘Aqqad dalam al-Tafkir : Faridlah Islamiyah :
فالتعمق في طلب الأسرار صفة مشتركة بين الصوفية وفلاسفة التفكير الذين يغوصون على الحقائق البعيدة وعلماء النفس الذين ينقبون عن ودائع الوعي الباطن وغرائب السريرة الإنسانية
Artinya: “Maka ketiganya mendalami pencarian segala yang bersifat rahasia (gaib) yang dianggap sebagai ‘kebenaran terjauh’ dimana tidak semua orang dapat melakukannya”.

HIKMAH DZIKIR JAHAR (KERAS) DITINJAU DARI KONSEP SUMBER HUKUM ISLAM



Jawi"Marbawi"Al-Kurdy


Hingga kini, masih banyak orang yang under estimate, merasa tidak mempercayai dengan dalil suudzhon dan syak wasangka, apakah benar  ada yang dinamakan dzikir jahar atau dzikir keras. Kebanyakan dari mereka, mengira bahwa yang dinamakan dzikir keras itu sesuatu yang tidak ada riwayat dari Rasulnya. Benarkah?
Sebagai ilustrasi, sebagaimana orang bijak pernah berkata, bahwa manusia akan dikumpulkan dengan orang yang disukainya. Jika ia mencintai musik, maka ia akan berkumpul dengan para pecinta musik. Jika ia mencintai hobi motor cross misalnya, maka ia akan berkumpul dengan mereka yang mencitai hobi yang sama. Tidak perduli dengan suara bising dan dentuman musik yang menjadi-jadi. Bagi mereka yang penting adalah mencari kenikmatan.
Ya, begitulah bahwa manusia akan dikumpulkan bersama dengan orang yang memiliki hobi dan minat yang sama. Demikian juga dengan dzikir, atau bagi mereka yang menyukai dzikir. Timbulnya pertanyaan, benarkah ada dzikir jahar, ialah keluar dari mereka yang memang belum mencintai apa itu dzikir jahar. Padahal, Allah sendiri adalah firman-Nya menyatakan bahwa orang yang beriman yang memiliki hati suci, jika mendengar dzikir akan tersentuh dan gemetar hatinya.
Firman Allah SWT:
$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ  
Artinya:“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat imannya dan mereka hanya kepada Allah saja berserah diri” (QS. Al Anfal : 2).

Dalam ayat ini, Allah memberi isyarat bahwa mereka yang beriman tidak akan merasa resah tetapi akan tersentuh hati dan jiwanya jika mendengarkan dzikir. Dari ayat ini yang menjadi titik tekan adalah dalam kata dzukiro, yang berarti dzikir itu dibacakan. Berarti orang yang beriman itu mendengar bacaan dzikir, lalu mereka bergetar hatinya. Kemudian, kita bisa menyimpulkan bahwa apa pun yang bisa didengar atau terdengar itu adalah suara yang dinyaringkan atau dikeraskan. Berarti dzikir dalam ayat tersebut adalah dzikir jahar atau dzikir yang dinyaringkan. Untuk lebih jelasnya, maka kita uraikan satu per satu ayat al-Quran dan Hadits yang menerangkan tentang dzikir jahar.

A.       Hukum Dzikir Keras (Jahar) Dalam al-Qur’an dan al-Hadits
1.         al-Quran
a.        Q.S. Al-‘Arof Ayat 204 :
#sŒÎ)ur ˜Ìè% ãb#uäöà)ø9$# (#qãèÏJtGó$$sù ¼çms9 (#qçFÅÁRr&ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇËÉÍÈ  

 Artinya: “Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat.”
Penjelasan ayat ini bukan menunjukan dzikir dalam hati tapi dzikir yang terdengar atau dzikir keras. Namun, ayat di atas seakan bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits yang lain tentang anjuran untuk berdzikir dalam hati seperti Q.S.Al-‘Araf ayat 205:
ä.øŒ$#ur š­/§ Îû šÅ¡øÿtR %YæŽ|Øn@ ZpxÿÅzur tbrߊur ̍ôgyfø9$# z`ÏB ÉAöqs)ø9$# Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur Ÿwur `ä3s? z`ÏiB tû,Î#Ïÿ»tóø9$# ÇËÉÎÈ  
Artinya: “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai”.

Sebenarnya Ayat 205 ini tidaklah bertentangan dengan ayat 204 yang menunjukan akan diperintahkannya dzikir jahar. Dan ayat 205 ini tidak bisa dijadikan alasan untuk melarang dzikir keras karena akan bertentangan dengan dzikir yang telah umum yang biasa dibaca dengan suara keras, seperti takbiran, adzan, membaca talbiyah ketika pelaksanakan haji, membaca al-Qur’an dengan dikeraskan atau dilagukan, membaca sholawat dangan suara keras dan lain-lain. Hanya saja, Q.S Al’Arof ayat 205 ini hanya menjelaskan tentang dzikir yang tidak memakai gerak lidah yaitu dzikir dalam hati atau khofi. Jadi penjelasan Ayat 205 ini menunjukan, bagaimanapun bentuknya dzikir jika dibaca dalam hati pasti tidak akan mengeluarkan suara karena dzikirnya sudah menggunakan hati, bahkan sudah tidak menggunakan gerak lidah.
Kesimpulan dari dua ayat itu, Allah menunjukan adanya perintah dibolehkannya berdzikir dengan jahar (keras) maupun dzikir dalam hati (khofi) yang tidak memakai gerak lidah.

b.        Q.S. Al-Baqoroh Ayat 200 :
#sŒÎ*sù OçGøŠŸÒs% öNà6s3Å¡»oY¨B (#rãà2øŒ$$sù ©!$# ö/ä.̍ø.Éx. öNà2uä!$t/#uä ÷rr& £x©r& #\ò2ÏŒ 3 šÆÏJsù Ĩ$¨Y9$# `tB ãAqà)tƒ !$oY­/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# $tBur ¼ã&s! Îû ÍotÅzFy$# ô`ÏB 9,»n=yz ÇËÉÉÈ  
Artinya: “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia", dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat”.

Menurut Ibnu Katsir, asbab an nuzul atau latar belakang turunnya ayat ini ialah kebiasaan bangsa Arab, baik suku quraisy maupun lainnya pada musim haji mereka biasanya berkumpul di Muzdalifah setelah wukuf di Arafah. Disitu mereka membanggakan kebesaran nenek moyang mereka dengan cara menyebut-nyebut kebesaran nenek moyang mereka itu dalam pidato mereka. Ketika telah memeluk agama Islam, Nabi memerintahkan mereka hadir di Arafah untuk wukuf  kemudian menuju Muzdalifah. Setelah mabit di Muzdalifah  mereka diperintahkan untuk meninggalkan tempat itu dengan tidak menunjukan perbedaan diantara mereka (dengan cara menyebut kebesaran nenek moyang) seperti yang mereka lakukan pada masa pra Islam.
Berbeda dengan Ibnu Katsir, yaitu Mahmud Hijazi menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, bila kamu selesai mengerjakan haji maka berdzikirlah kepada Tuhanmu dengan baik (dengan cara menyebut-nyebut nama Allah) sebagaimana kamu menyebut-nyebut nama nenek moyangmu sewaktu kamu  jahiliyah  atau sebutlah nama Allah itu lebih keras daripada kamu menyebut-nyebut nama nenek moyangmu itu. Begitu pun penafsiran Ibnu Abbas, seperti terdapat dalam kitab Tanwir al Miqbas ketika menafsirkan kata aw asyadda dzikro yang berarti menyebut Allah dengan mengatakan “Ya Abba” seperti menyebut nenek moyang “Ya Allah”.
Dua pendapat mufasir di atas mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa menyebut nama Allah dalam pengertian dzikrullah dianjurkan setelah menunaikan ibadah haji. Dzikrullah tersebut dikerjakan dengan suara keras, bahkan boleh dengan suara yang lebih keras daripada suara jahiliyah tatkala mereka menyebut nama nenek moyang mereka ketika berhaji.

c.         Q.S. Al-Baqoroh Ayat 114 :
ô`tBur ãNn=øßr& `£JÏB yìoY¨B yÉf»|¡tB «!$# br& tx.õム$pkŽÏù ¼çmßJó$# 4Ótëyur Îû !$ygÎ/#tyz 4 šÍ´¯»s9'ré& $tB tb%x. öNßgs9 br& !$ydqè=äzôtƒ žwÎ) šúüÏÿͬ!%s{ 4 öNßgs9 Îû $uŠ÷R$!$# Ó÷Åz óOßgs9ur Îû ÍotÅzFy$# ë>#xtã ×LìÏàtã ÇÊÊÍÈ  
Artinya: “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat”.

d.        Q.S. An-Nur Ayat 36 :
Îû BNqãç/ tbÏŒr& ª!$# br& yìsùöè? tŸ2õãƒur $pkŽÏù ¼çmßJó$# ßxÎm7|¡ç ¼çms9 $pkŽÏù Íirßäóø9$$Î/ ÉA$|¹Fy$#ur ÇÌÏÈ  
Artinya: “Didalam semua rumah Allah diijinkan meninggikan (mengagungkan) suara untuk berdzikir dengan menyebut nama-Nya dalam mensucikan-Nya sepanjang pagi dan petang”

2.         Al-Hadits
a.        Hadits Kesatu
Dalam Kitab Bukhori jilid 1:
Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas ra., berkata: “Inna rof’ash shauti bidzdzikri hiina yanshorifunnaasu minal maktuubati kaana ‘ala ‘ahdi Rosuulillaahi sholallaahu alaihi wasallam kuntu ‘alamu idzaanshorrofuu bidzaalika sami’tuhu.” Artinya:“Sesungguhnya mengeraskan suara dalam berdzikir setelah manusia-manusia selesai dari sholat fardlu yang lima waktu benar-benar terjadi pada zaman Nabi Saw. Saya (ibnu Abbas) mengetahui para sahabat melakukan hal itu karena saya mendengarnya”.
Selanjutnya dalam hadits :“Suara yang keras dalam berdzikir bersama-sama pada waktu tertentu atau ba’da waktu sholat fardhu, akan berbekas dalam menyingkap hijab, menghasilkan nur dzikir” (HR. Bukhari).

b.        Hadits Kedua
Dari Abu Khurairah ra, katanya Rasulullah bersabda: “Allah berfirman; ‘Aku berada di dalam sangkaan hamba-Ku tentang diri-Ku, Aku menyertainya ketika dia menyebut-Ku, jika dia menyebut-Ku kepada dirinya, maka Aku menyebutnya kepda diri-Ku. Maka jika menyebut-tu di depan orang banyak, maka Aku akan menyebutnya di tempat yang lebih baik daripada mereka” (HR. Bukhari). Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut ‘di depan orang banyak’, berarti dzikir tersebut dilakukan secara jahar.

c.         Hadits Ketiga
Diriwayatkan di dalam Al Mustadrak dan dianggap saheh, dari Jabir ra. berkata: “Rasulullah keluar menjumpai kami dan bersabda: ‘Wahai saudara-saudara, Allah memiliki malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis-majlis dzikir di dunia. Maka penuhilah taman-taman syurga’. Mereka bertanya:’Dimanakah taman-taman syurga itu?’. Rasulullah menjawab: ‘Majlis-majlis dzikir.’ Kunjungilah dan hiburlah diri dengan dzikir kepada Allah” (HR. Al Badzar dan Al Hakim).
Penjelasan hadits ini, bahwa dalam kalimat ‘malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis dzikir di dunia’ maksudnya berarti dzikir dalam hal ini adalah dzikir jahar yang dilakukan manusia. Karena malaikat hanya mengetahui dzikir jahar dan tidak mampu mengetahui dzikir khofi. Hal ini sebagaimana sabda Rasul: “Adapun dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat yakni dzikir khofi atau dzikir dalam hati yakni dzikir yang memiliki keutamaan 70x lipat dari dzikir yang diucapkan” (HR. Imam Baihaqi dalam Kitab Tanwirul Qulub hal.509).

d.        Hadits Keempat
Hadits yang dishohehkan oleh An Nasai dan Ibdu Majjah dari As Sa’ib dari Rasululah SAW, beliau bersabda: “Jibril telah datang kepadaku dan berkata, ‘Perintahkanlah kepada sahabat-sahabatmu untuk mengeraskan suaranya di dalam takbir”(HR. Imam Ahmad Abu Daud At Tirmidzi).
Penjelasan hadits ini, bahwa sangat jelas tidak dilarangnya dzikir keras tetapi dianjurkan untuk melakukan dzikir jahar.

e.         Hadits Kelima
Didalam kitab Sya’bil Iman dari Abil Jauza’ ra. berkata :“Nabi Saw, bersabda, “Perbanyaklah dzikir kepada Allah sampai orang-orang munafik berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” (H.R.Baihaqi).
Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut “orang-orang munafik berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” Hadits ini menunjukan dzikir jahar karena dengan dzikir jahar (terdengar) itulah orang munafik akhirnya menyebutnya ria.
f.          Hadiits Keenam
Juga dalam kitab Sya’bil Iman yang di shohehkan oleh Al-Hakim dari Abu Sa’id Al-Khudri ra., berkata:“Nabi Saw, bersabda,” Perbanyaklah dzikir kepada Allah kendati kalian dikatakan gila”. (H.R.Al-Hakim danAl-Baihaqi).

g.        Hadits Ketujuh
Dari Jabir bin Abdullahra, berkata :“Ada seorang yang mengeraskan suaranya dalam berdzikir, maka seorang berkata,“ semestinya dia merendahkan suaranya.” Rasulullah bersabda,” Biarkanlah dia,sebab sesungguhnya dia adalah lebih baik.“ (Al-Baihaqi). Dari Sa’id bin Aslam ra., katanya Ibnu Adra’ berkata, “Aku menyertai Nabi Saw. Pada suatu malam, lalu melewati seseorang di mesjid yang mengeraskan suaranya, lalu aku berkata, “ Wahai Rasulullah, tidaklah ia termasuk orang ria?“Beliau menjawab,“ Tidak,tetapi dia pengeluh,” (H.R.Baihaqi).

B.       Pendapat Para Ulama Tentang Dzikir Jahar
Imam an-Nawawi berkata : “Bahwa bacaan dzikir sir (samar) lebih utama apabila takut ria, atau khawatir mengganggu orang yang sedang sholat atau tidur. Sedangkan yang jahar (dzikir keras) lebih baik apabila tidak ada kekhawatiran tentang hal ini, mengingat amalan di dalamnya lebih banyak manfaatnya, karena ia dapat membangkitkan kalbu orang yang membaca atau yang berdzikir, ia mengumpulkan semangat untuk berfikir, mengalahkan pendengaran kepadanya, mengusir tidur, dan menambah kegiatan” (dalam Kitab Haqiqot Al-Tawwasulu wa Al-Wasilat Al-Adlow’il kitabi wa As-Sunnah).
Syekh Ibrihim al-Mabtuli r.a. menerangkan juga dalam kitab kifayat al-atqiya hal 108 :
ارفعوا اصواتكم فى الدكر الى ان تصل لكم الجمعية كاالعارفين

Irfa’uu ashwatakum fidzdzikri ila antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“

Artinya: “Keraskanlah suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al jam’iyah (keteguhan hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”.
Selanjutnya masih menurut beliau “Dan wajib bagi murid-murid yang masih didalam tahap belajar menuju Allah, untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai terbongkarlah hijab (yaitu penghalang kepada Allah yang telah menjadikan hati jadi keras bagaikan batu, penghalangnya yaitu seperti sipat malas, sombong, ria, iri dengki dan sebagainya)
Imam al-Ghazali r.a. mengatakan: “Sunnat dzikir keras (jahar) diberjemaahkan di mesjid karena dengan banyak suara keras akan memudahkan cepat hancurnya hati yang keras bagaikan batu, seperti satu batu dipukul oleh orang banyak maka akan cepat hancur”.

C.       Metode Berdzikir Dengan Keras Yang Diajarkan Rasul
Dalam hadits shahihnya, dari Yusuf  al-Kaorani : “Sesungguhnya Sayyidina ‘Ali r.a. telah bertanya pada Nabi Saw. : Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku macam-macam thoriqot (jalan) yang paling dekat menuju Allah dan yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan yang paling utama di sisi Allah, maka Nabi Saw menjawab: wajiblah atas kamu mendawamkan dzikkrullah: Sayyidina ‘Ali r.a bertanya lagi: Bagaimana cara berdzikirnya ya Rasulallah? Maka Nabi menjawab: pejamkan kedua matamu, dan dengarkan (ucapan) dariku tiga kali, kemudian ucapkan olehmu tiga kali, dan aku akan mendengarkannya. Maka Nabi Saw. Mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH tiga kali sambil memejamkan kedua matanya dan mengeraskan suaranya, sedangkan Sayyidina ‘Ali r.a mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH tiga kali, sedangkan Nabi Saw memdengarkannya”. (Hadits dengan sanad sahih, dalam kitab Jami’ul Ushul Auliya).
Dalam kitab Tanwirul Quluub dijelaskan cara gerakan dzikir agar terjaga dari datangnya Syetan, merujuk Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al’Arof ayat 17: “Demi Allah (kami Syetan) akan datang kepada manusia melalui arah depan, arah belakang, arah kanan dan arah kiri”. Ayat ini menunjukan arah datangnya syetan untuk menggoda manusia agar menjadi ingkar terhadap Allah. Jelas, sasarannya manusia melalui empat arah; 1. Depan 2. Belakang 3. Kanan 4. Kiri. Maka, dzikirnya pun harus menutup empat arah. Dalam kitab Tanwirul Qulub: ucapkan kalimat “LAA” dengan diarahkan dari bawah pusat tarik sampai otak hal ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah depan dan belakang. Adapun ditarik kalimat itu ke otak karena syetan mengganggu otak/pikiran kita sehingga banyak pikiran kotor atau selalu suuddzon. Dan “ILAA” dengan diarahkan ke susu kanan atas, dan kalimat “HA” diarahkan ke arah susu kanan bagian bawah adapun ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah kanan. Dan “ILLALLAH” diarahkan ke susu kiri yang bagian atas serta bawahnya, hal ini untuk menutup pintu syetan yang datangnya dari arah kiri, namun lapadz jalalah yaitu lapadz “ALLAAH”nya diarahkan dengan agak keras ke susu kiri bagian bawah sekitar dua jari, karena disanalah letaknya jantung atau hati (keras bagaikan batu) sebagaimana pendapat Imam al-Ghazali. Adapun syarat berdzikir menurut para Ulama Tasawuf:
1.         Dengan berwudlu sempurna
2.         Dengan suara kuat/ keras
3.         Dengan pukulan yang tepat ke hati sanubari

D.       Fadilah dan Hikmah Dzikir Keras
Dalam kitab ulfatu mutabarikin dan kitab makanat al-dzikri bahwasanya Rasul pernah bersabda: “sebaik-baik dzikir adalah dalam hati”. Dalam kitab tersebut dijelaskan hal itu bagi orang yang telah mencapai kelembutan bersama Allah, hati bersih dari penyakit, hati yang sudah lembut. Sedangkan dzikir keras itu lebih utama bagi orang yang hatinya keras bagaikan batu, sehingga sulit untuk tunduk pada perintah Allah karena sudah dikuasai oleh nafsunya.
Dalam kitab Miftah al-shshudur karya Sulthon Auliya As-Sayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Syekh Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a. bahwa “Sulthon Awliya As-Sayyid Syekh Abu A-Mawahib Asy-Syadzili r.a. berkata: “Para ulama thariqat berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama, apakah dzikir sir (hati) atau dzikir jahar (keras), menurut pendapat saya bahwa dzikir jahar lebih utama bagi pendzikir tingkat pemula (bidayah) yang memang hanya dapat meraih dampak dzikir dengan suara keras dan bahwa dzikir sir (pelan) lebih utama bagi pendzikir tingkat akhir (nihayah) yang telah meraih al-Jam’iyyah (keteguhan hati kepada Allah)”.
Imam Bukhori, dalam kitab Sahihnya bab dzikir setelah salat fardlu, berkata: “Ishaq ibnu Nasr memberitahu kami, dia berkata’Amru memberitahu saya bahwa Abu Ma’bad, pelayan Ibnu Abbas, semoga Allah meridloi keduanya, memberitahu Ibnu Abbas bahwa “Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika jama’ah selesai dan shalat fardlu sudah biasa dilakukan pada masa Nabi Muhammad. Ibnu Abbas berkata: “Aku tahu hal itu, saat mereka selesai shalat karena aku mendengarnya”. Sayyid Ahmad Qusyayi. Q.s., berkata: ”inilah dalil keutamaan dzikir keras (jahar) yang didengar orang lain, dengan demikian ia membuat orang lain berdzikir kepada Allah dengan dzikirnya kepada Allah“.
Dzikir keras tidak akan meresahkan atau mengganggu orang yang hatinya penuh dengan cinta kepada Allah. Dengan terdengarnya dzikir menjadi magnet (daya tarik) yang kuat bagi orang yang beriman, bahkan menjadi kenikmatan tersendiri. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an QS.al-Anfal ayat 2 : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat imannya dan mereka hanya kepada Allah saja berserah diri”.
Ulama ahli ma’rifat mengatakan bahwa untuk mencapai ma’rifat kepada Allah bisa diperoleh dengan kebeningan hati. Sedangkan kebeningan hati itu bisa dicapai dengan suatu thoriqoh (cara), diantaranya banyak berdzikir kepada Allah. Jadi, ma’rifat tidak akan bisa diperoleh jika hati kita busuk penuh dengan kesombongan, ria, takabur, iri dengki, dendam, pemarah, malas beribadah dan lain-lain. Oleh sebab itu dzikir diantara salah satu cara (thiriqoh) untuk membersihkan hati.
Sebab, manusia sering menyalahgunakan fitrah yang diberikan Tuhan, sehingga hati mereka menjadi keras. Sifat-sifat yang tidak terpuji tersebut, mendorong manusia memiliki hati yang keras melebihi batu. Hal tersebut sebagaimana kalimat yang tercantum dalam al-Quran surat al-Baqoroh ayat 74:

§NèO ôM|¡s% Nä3ç/qè=è% .`ÏiB Ï÷èt/ šÏ9ºsŒ }Îgsù Íou$yÚÏtø:$$x. ÷rr& x©r& Zouqó¡s% 4 ¨bÎ)ur z`ÏB Íou$yfÏtø:$# $yJs9 ㍤fxÿtFtƒ çm÷ZÏB ㍻yg÷RF{$# 4 ¨bÎ)ur $pk÷]ÏB $yJs9 ß,¤)¤±o ßlã÷uŠsù çm÷YÏB âä!$yJø9$# 4 ¨bÎ)ur $pk÷]ÏB $yJs9 äÝÎ6öku ô`ÏB ÏpuŠô±yz «!$# 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÐÍÈ  
Artinya: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”.

Dari ayat tersebut hati manusia yang membangkang terhadap Allah menjadikan hatinya keras bagaikan batu bahkan lebih keras daripada batu. Maka, jalan keluarnya untuk melembutkan hati yang telah keras bagaikan batu sehingga kembali tunduk kepada Allah, sebagaimana Ulama ahli ma’rifat mengatakan penafsirkan ayat tersebut, sebagaimana dalam kitab miftahu Ash-Sshudur karya Sulthon Awliya Assayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a. bahwa:

فكما ان الحجر لا ينكثر الا بقوة ضرب المؤل فكدالك القلب لا ينكثر الا بقوة لان الدكر لا يؤثر فى جمع الثنة القلب صاحبه الا بقوة

“fakamaa annal hajaro laa yankasiru illa biquwwatin dlorbil muawwil fakadzaalikal qolbu laayankasiru illa biquwwati liannadz dzikro laa yu’tsiru fiijam’i tsanaati qolbi shohibihi illa biquwwatin”

Artinya “sebagaimana batu tidak pecah kecuali bila dipukul dengan tenaga penuh pukulan palunya, demikian hati yang membatu tidak akan hancur kecuali dengan pukulan kuatnya suara dzikir Demikian pula dzikir tak akan memberi dampak dalam menghimpun fokus hati pendzikirnya yang terpecah pada Allah kecuali dengan suara keras”.

E.       Daftar Referensi
Tafsir Ibnu al-Katsir. Hadits Shahih al-Bukhari. Sya’bu al-Iman. Kifayat al-Atqiya. Miftah al-Sshudur. Ulfat al-Mutabarrikin. Makanat al-dzdzikri. Haqiqat al-Tawwasulu wa al-Wasilat al-Adlow’il kitabi wa As-Sunnah.  Tanwir al Miqbas. Tanwir al-Qulub.


Intermezzo:
Ada anekdot dari seorang Ulama Tasawuf pengamal thoriqoh: suatu hari ada dialog antara mahasiswi dan ulama tasawuf. Mahasiswi bertanya: “Pak Kiai, kenapa dzikir mesti keras (jahar) padahal Allah itu tidak tuli?”. Ulama Tasawuf menjawab dengan membalikan pertanyaan: “yang bisa kena sifat tuli itu yang memiliki telinga atau tidak?”. Mahasiswi menjawab: “iya yang punya telinga”. Ulama Tasawuf kembali bertanya: “Kalau Allah punya telinga tidak?”. Mahasiswi menjawab: “tidak punya”. Ulama tasawuf kembali bertanya lagi: “apakah dengan suara keras makhluk akan merusak pendengaran Allah?”. Mahasiswi menjawab: “tidak Pak Kiai”.

Selanjutnya Ulama Tasawuf mengatakan: “oleh sebab itu istighfarlah dan bersyahadatlah dengan baik, bagaimanapun Allah tidak akan tuli dan tidak akan rusak pendengaran-Nya oleh suara kerasnya makhluk. Bagi-Nya suara keras maupun pelan terdengar oleh Allah sama. Hanya saja, hati manusia yang tuli akan perintah Allah. Jadi, dzikir keras bukan untuk Allah dan bukan ingin didengar oleh Allah karena Allah sudah tahu. Tapi tujuan dzikir keras itu diarahkan untuk hati yang tuli kepada Allah yang keras bagaikan batu sedangkan kita tahu batu itu tidak akan hancur kecuali dengan pukulan yang kuat, begitupun hati yang keras bagaikan batu tidak akan hancur kecuali dengan suara pukulan dzikir yang kuat. Jadi, Allah tidak butuh akan dzikir kita, sebaliknya kitalah yang butuh akan dzikir kepada Allah supaya hati menjadi lembut, bersih dan ma’rifat kepada Allah.

 

Assalamu’alaikum wr. wb.

Perhatian-perhatian….!
Diberitahukan kepada para penumpang "TQN SURYALAYA AIR" nomor penerbangan 165, dalam perjalanan Ruhani yang sedang ditempuh, dengan ketinggian jelajah Ilmu-Amaliyah, Amal-Ilmiah, yang bertujuan meningkatkan Iman dan Taqwa kepada ILLAHI ROBBI, penumpang diharap tetap mengenakan sabuk Amanah dalam Robithoh dan Khidmat kepada Sulthon Awliya Assayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a., untuk menegakan kursi Islam, Iman, Ikhsan & Ikhlas.
Penerbangan ini bebas asap DENGKI, IRI, RIYA, SUM'AH dan UJUB, berpegang teguh pada Tali Allah.
Selamat menikmati penerbangan ini, semoga sampai tujuan di Bandara : "ILAHI ANTA MAQSUDI WA RIDHOKA MATLUBI A'TINI MAHABATAKA WA MA'RIFATAKA”.

الهي انت مقصودي ورضاك مطلوبي اعطني محبتك ومعرفتك