Jawi"Marbawi"Al-Kurdy
Hingga kini, masih banyak orang yang
under estimate, merasa tidak mempercayai dengan dalil suudzhon
dan syak wasangka, apakah benar ada
yang dinamakan dzikir jahar atau dzikir keras. Kebanyakan dari mereka,
mengira bahwa yang dinamakan dzikir keras itu sesuatu yang tidak ada riwayat
dari Rasulnya. Benarkah?
Sebagai ilustrasi, sebagaimana orang
bijak pernah berkata, bahwa manusia akan dikumpulkan dengan orang yang
disukainya. Jika ia mencintai musik, maka ia akan berkumpul dengan para pecinta
musik. Jika ia mencintai hobi motor cross misalnya, maka ia akan
berkumpul dengan mereka yang mencitai hobi yang sama. Tidak perduli dengan
suara bising dan dentuman musik yang menjadi-jadi. Bagi mereka yang penting
adalah mencari kenikmatan.
Ya, begitulah bahwa manusia akan
dikumpulkan bersama dengan orang yang memiliki hobi dan minat yang sama.
Demikian juga dengan dzikir, atau bagi mereka yang menyukai dzikir. Timbulnya
pertanyaan, benarkah ada dzikir jahar, ialah keluar dari mereka yang
memang belum mencintai apa itu dzikir jahar. Padahal, Allah sendiri
adalah firman-Nya menyatakan bahwa orang yang beriman yang memiliki hati suci,
jika mendengar dzikir akan tersentuh dan gemetar hatinya.
Firman Allah SWT:
$yJ¯RÎ)
cqãZÏB÷sßJø9$#
tûïÏ%©!$#
#sÎ)
tÏ.è
ª!$#
ôMn=Å_ur
öNåkæ5qè=è%
#sÎ)ur
ôMuÎ=è?
öNÍkön=tã
¼çmçG»t#uä
öNåkøEy#y
$YZ»yJÎ)
4n?tãur
óOÎgÎn/u
tbqè=©.uqtGt
ÇËÈ
Artinya:“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetar hatinya, Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat
imannya dan mereka hanya kepada Allah saja berserah diri” (QS.
Al Anfal : 2).
Dalam ayat ini, Allah memberi
isyarat bahwa mereka yang beriman tidak akan merasa resah tetapi akan tersentuh
hati dan jiwanya jika mendengarkan dzikir. Dari ayat ini yang menjadi titik
tekan adalah dalam kata dzukiro, yang berarti dzikir itu dibacakan.
Berarti orang yang beriman itu mendengar bacaan dzikir, lalu mereka bergetar hatinya.
Kemudian, kita bisa menyimpulkan bahwa apa pun yang bisa didengar atau
terdengar itu adalah suara yang dinyaringkan atau dikeraskan. Berarti dzikir
dalam ayat tersebut adalah dzikir jahar atau dzikir yang dinyaringkan.
Untuk lebih jelasnya, maka kita uraikan satu per satu ayat al-Quran dan Hadits
yang menerangkan tentang dzikir jahar.
A.
Hukum
Dzikir Keras (Jahar) Dalam al-Qur’an dan al-Hadits
1.
al-Quran
a.
Q.S.
Al-‘Arof Ayat 204 :
#sÎ)ur
Ìè%
ãb#uäöà)ø9$#
(#qãèÏJtGó$$sù
¼çms9
(#qçFÅÁRr&ur
öNä3ª=yès9
tbqçHxqöè?
ÇËÉÍÈ
Artinya: “Dan apabila dibacakan al-Qur’an,
maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
mendapatkan rahmat.”
Penjelasan
ayat ini bukan menunjukan dzikir dalam hati tapi dzikir yang terdengar atau
dzikir keras. Namun, ayat di atas seakan bertentangan dengan al-Qur’an dan
hadits yang lain tentang anjuran untuk berdzikir dalam hati seperti Q.S.Al-‘Araf
ayat 205:
ä.ø$#ur
/§
Îû
Å¡øÿtR
%Yæ|Øn@
ZpxÿÅzur
tbrßur
Ìôgyfø9$#
z`ÏB
ÉAöqs)ø9$#
Íirßäóø9$$Î/
ÉA$|¹Fy$#ur
wur
`ä3s?
z`ÏiB
tû,Î#Ïÿ»tóø9$#
ÇËÉÎÈ
Artinya: “Dan sebutlah (nama)
Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk
orang-orang yang lalai”.
Sebenarnya
Ayat 205 ini tidaklah bertentangan dengan ayat 204 yang menunjukan akan
diperintahkannya dzikir jahar. Dan ayat 205 ini tidak bisa dijadikan
alasan untuk melarang dzikir keras karena akan bertentangan dengan dzikir yang
telah umum yang biasa dibaca dengan suara keras, seperti takbiran, adzan,
membaca talbiyah ketika pelaksanakan haji, membaca al-Qur’an dengan
dikeraskan atau dilagukan, membaca sholawat dangan suara keras dan lain-lain.
Hanya saja, Q.S Al’Arof ayat 205 ini hanya menjelaskan tentang dzikir yang
tidak memakai gerak lidah yaitu dzikir dalam hati atau khofi. Jadi
penjelasan Ayat 205 ini menunjukan, bagaimanapun bentuknya dzikir jika dibaca
dalam hati pasti tidak akan mengeluarkan suara karena dzikirnya sudah
menggunakan hati, bahkan sudah tidak menggunakan gerak lidah.
Kesimpulan
dari dua ayat itu, Allah menunjukan adanya perintah dibolehkannya berdzikir
dengan jahar (keras) maupun dzikir dalam hati (khofi) yang tidak
memakai gerak lidah.
b.
Q.S.
Al-Baqoroh Ayat 200 :
#sÎ*sù
OçGøÒs%
öNà6s3Å¡»oY¨B
(#rãà2ø$$sù
©!$#
ö/ä.Ìø.Éx.
öNà2uä!$t/#uä
÷rr&
£x©r&
#\ò2Ï
3 ÆÏJsù
Ĩ$¨Y9$#
`tB
ãAqà)t
!$oY/u
$oYÏ?#uä
Îû
$u÷R9$#
$tBur
¼ã&s!
Îû
ÍotÅzFy$#
ô`ÏB
9,»n=yz
ÇËÉÉÈ
Artinya: “Apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah,
sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau
(bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang
yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia", dan
Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat”.
Menurut
Ibnu Katsir, asbab an nuzul atau latar belakang turunnya ayat ini ialah
kebiasaan bangsa Arab, baik suku quraisy maupun lainnya pada musim haji mereka
biasanya berkumpul di Muzdalifah setelah wukuf di Arafah. Disitu
mereka membanggakan kebesaran nenek moyang mereka dengan cara menyebut-nyebut
kebesaran nenek moyang mereka itu dalam pidato mereka. Ketika telah memeluk
agama Islam, Nabi memerintahkan mereka hadir di Arafah untuk wukuf kemudian menuju Muzdalifah. Setelah mabit
di Muzdalifah mereka
diperintahkan untuk meninggalkan tempat itu dengan tidak menunjukan perbedaan
diantara mereka (dengan cara menyebut kebesaran nenek moyang) seperti yang
mereka lakukan pada masa pra Islam.
Berbeda
dengan Ibnu Katsir, yaitu Mahmud Hijazi menafsirkan ayat ini dengan mengatakan,
bila kamu selesai mengerjakan haji maka berdzikirlah kepada Tuhanmu dengan baik
(dengan cara menyebut-nyebut nama Allah) sebagaimana kamu menyebut-nyebut nama
nenek moyangmu sewaktu kamu jahiliyah
atau sebutlah nama Allah itu lebih keras
daripada kamu menyebut-nyebut nama nenek moyangmu itu. Begitu pun penafsiran
Ibnu Abbas, seperti terdapat dalam kitab Tanwir al Miqbas ketika
menafsirkan kata aw asyadda dzikro yang berarti menyebut Allah dengan
mengatakan “Ya Abba” seperti menyebut nenek moyang “Ya Allah”.
Dua
pendapat mufasir di atas mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa menyebut nama
Allah dalam pengertian dzikrullah dianjurkan setelah menunaikan ibadah
haji. Dzikrullah tersebut dikerjakan dengan suara keras, bahkan boleh
dengan suara yang lebih keras daripada suara jahiliyah tatkala mereka menyebut
nama nenek moyang mereka ketika berhaji.
c.
Q.S.
Al-Baqoroh Ayat 114 :
ô`tBur
ãNn=øßr&
`£JÏB
yìoY¨B
yÉf»|¡tB
«!$#
br&
tx.õã
$pkÏù
¼çmßJó$#
4Ótëyur
Îû
!$ygÎ/#tyz
4 Í´¯»s9'ré&
$tB
tb%x.
öNßgs9
br&
!$ydqè=äzôt
wÎ)
úüÏÿͬ!%s{
4 öNßgs9
Îû
$u÷R$!$#
Ó÷Åz
óOßgs9ur
Îû
ÍotÅzFy$#
ë>#xtã
×LìÏàtã
ÇÊÊÍÈ
Artinya: “Dan siapakah yang lebih
aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam
mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? mereka itu tidak
sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada
Allah). mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang
berat”.
d.
Q.S.
An-Nur Ayat 36 :
Îû
BNqãç/
tbÏr&
ª!$#
br&
yìsùöè?
t2õãur
$pkÏù
¼çmßJó$#
ßxÎm7|¡ç
¼çms9
$pkÏù
Íirßäóø9$$Î/
ÉA$|¹Fy$#ur
ÇÌÏÈ
Artinya:
“Didalam semua rumah Allah diijinkan meninggikan (mengagungkan) suara untuk berdzikir
dengan menyebut nama-Nya dalam mensucikan-Nya sepanjang pagi dan petang”
2.
Al-Hadits
a.
Hadits
Kesatu
Dalam
Kitab Bukhori jilid 1:
Dalam
hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas ra., berkata:
“Inna rof’ash shauti bidzdzikri hiina yanshorifunnaasu minal maktuubati
kaana ‘ala ‘ahdi Rosuulillaahi sholallaahu alaihi wasallam kuntu ‘alamu
idzaanshorrofuu bidzaalika sami’tuhu.” Artinya:“Sesungguhnya mengeraskan
suara dalam berdzikir setelah manusia-manusia selesai dari sholat fardlu yang
lima waktu benar-benar terjadi pada zaman Nabi Saw. Saya (ibnu Abbas)
mengetahui para sahabat melakukan hal itu karena saya mendengarnya”.
Selanjutnya
dalam hadits :“Suara yang keras dalam berdzikir bersama-sama pada waktu
tertentu atau ba’da waktu sholat fardhu, akan berbekas dalam menyingkap hijab,
menghasilkan nur dzikir” (HR. Bukhari).
b.
Hadits
Kedua
Dari
Abu Khurairah ra, katanya Rasulullah bersabda: “Allah berfirman; ‘Aku berada
di dalam sangkaan hamba-Ku tentang diri-Ku, Aku menyertainya ketika dia
menyebut-Ku, jika dia menyebut-Ku kepada dirinya, maka Aku menyebutnya kepda
diri-Ku. Maka jika menyebut-tu di depan orang banyak, maka Aku akan menyebutnya
di tempat yang lebih baik daripada mereka” (HR. Bukhari). Penjelasan
hadits ini, jika dikatakan menyebut ‘di depan orang banyak’, berarti
dzikir tersebut dilakukan secara jahar.
c.
Hadits
Ketiga
Diriwayatkan
di dalam Al Mustadrak dan dianggap saheh, dari Jabir ra. berkata: “Rasulullah
keluar menjumpai kami dan bersabda: ‘Wahai saudara-saudara, Allah memiliki
malaikat yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis-majlis dzikir di dunia.
Maka penuhilah taman-taman syurga’. Mereka bertanya:’Dimanakah taman-taman
syurga itu?’. Rasulullah menjawab: ‘Majlis-majlis dzikir.’ Kunjungilah dan
hiburlah diri dengan dzikir kepada Allah” (HR. Al Badzar dan Al Hakim).
Penjelasan
hadits ini, bahwa dalam kalimat ‘malaikat yang pergi berkeliling dan
berhenti di majlis dzikir di dunia’ maksudnya berarti dzikir dalam
hal ini adalah dzikir jahar yang dilakukan manusia. Karena malaikat
hanya mengetahui dzikir jahar dan tidak mampu mengetahui dzikir khofi.
Hal ini sebagaimana sabda Rasul: “Adapun dzikir yang tidak terdengar oleh
malaikat yakni dzikir khofi atau dzikir dalam hati yakni dzikir yang memiliki
keutamaan 70x lipat dari dzikir yang diucapkan” (HR. Imam Baihaqi
dalam Kitab Tanwirul Qulub hal.509).
d.
Hadits
Keempat
Hadits
yang dishohehkan oleh An Nasai dan Ibdu Majjah dari As Sa’ib dari Rasululah
SAW, beliau bersabda: “Jibril telah datang kepadaku dan berkata, ‘Perintahkanlah
kepada sahabat-sahabatmu untuk mengeraskan suaranya di dalam takbir”(HR.
Imam Ahmad Abu Daud At Tirmidzi).
Penjelasan
hadits ini, bahwa sangat jelas tidak dilarangnya dzikir keras tetapi dianjurkan
untuk melakukan dzikir jahar.
e.
Hadits
Kelima
Didalam
kitab Sya’bil Iman dari Abil Jauza’ ra. berkata :“Nabi Saw, bersabda,
“Perbanyaklah dzikir kepada Allah sampai orang-orang munafik berkata bahwa
kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” (H.R.Baihaqi).
Penjelasan
hadits ini, jika dikatakan menyebut “orang-orang munafik berkata bahwa
kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).” Hadits ini menunjukan
dzikir jahar karena dengan dzikir jahar (terdengar) itulah orang
munafik akhirnya menyebutnya ria.
f.
Hadiits
Keenam
Juga
dalam kitab Sya’bil Iman yang di shohehkan oleh Al-Hakim dari Abu Sa’id
Al-Khudri ra., berkata:“Nabi Saw, bersabda,” Perbanyaklah dzikir kepada
Allah kendati kalian dikatakan gila”. (H.R.Al-Hakim danAl-Baihaqi).
g.
Hadits
Ketujuh
Dari
Jabir bin Abdullahra, berkata :“Ada seorang yang mengeraskan suaranya dalam
berdzikir, maka seorang berkata,“ semestinya dia merendahkan suaranya.” Rasulullah
bersabda,” Biarkanlah dia,sebab sesungguhnya dia adalah lebih baik.“
(Al-Baihaqi). Dari Sa’id bin Aslam ra., katanya Ibnu Adra’ berkata, “Aku
menyertai Nabi Saw. Pada suatu malam, lalu melewati seseorang di mesjid yang
mengeraskan suaranya, lalu aku berkata, “ Wahai Rasulullah, tidaklah ia
termasuk orang ria?“Beliau menjawab,“ Tidak,tetapi dia pengeluh,” (H.R.Baihaqi).
B.
Pendapat
Para Ulama Tentang Dzikir Jahar
Imam
an-Nawawi berkata : “Bahwa bacaan dzikir sir (samar) lebih utama apabila
takut ria, atau khawatir mengganggu orang yang sedang sholat atau tidur.
Sedangkan yang jahar (dzikir keras) lebih baik apabila tidak ada kekhawatiran
tentang hal ini, mengingat amalan di dalamnya lebih banyak manfaatnya, karena
ia dapat membangkitkan kalbu orang yang membaca atau yang berdzikir, ia
mengumpulkan semangat untuk berfikir, mengalahkan pendengaran kepadanya,
mengusir tidur, dan menambah kegiatan” (dalam Kitab Haqiqot
Al-Tawwasulu wa Al-Wasilat Al-Adlow’il kitabi wa As-Sunnah).
Syekh
Ibrihim al-Mabtuli r.a. menerangkan juga dalam kitab kifayat al-atqiya
hal 108 :
ارفعوا
اصواتكم فى الدكر الى ان تصل لكم الجمعية كاالعارفين
“Irfa’uu ashwatakum fidzdzikri ila
antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“
Artinya:
“Keraskanlah suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al
jam’iyah (keteguhan hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”.
Selanjutnya
masih menurut beliau “Dan wajib bagi murid-murid yang masih didalam tahap
belajar menuju Allah, untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai
terbongkarlah hijab (yaitu penghalang kepada Allah yang telah menjadikan hati
jadi keras bagaikan batu, penghalangnya yaitu seperti sipat malas, sombong,
ria, iri dengki dan sebagainya)
Imam
al-Ghazali r.a. mengatakan: “Sunnat dzikir keras (jahar) diberjemaahkan di
mesjid karena dengan banyak suara keras akan memudahkan cepat hancurnya hati
yang keras bagaikan batu, seperti satu batu dipukul oleh orang banyak maka akan
cepat hancur”.
C.
Metode
Berdzikir Dengan Keras Yang Diajarkan Rasul
Dalam
hadits shahihnya, dari Yusuf al-Kaorani
: “Sesungguhnya Sayyidina ‘Ali r.a. telah bertanya pada Nabi Saw. : Wahai Rasulullah,
tunjukkanlah kepadaku macam-macam thoriqot (jalan) yang paling dekat menuju
Allah dan yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan yang paling utama di sisi
Allah, maka Nabi Saw menjawab: wajiblah atas kamu mendawamkan dzikkrullah:
Sayyidina ‘Ali r.a bertanya lagi: Bagaimana cara berdzikirnya ya Rasulallah?
Maka Nabi menjawab: pejamkan kedua matamu, dan dengarkan (ucapan) dariku tiga
kali, kemudian ucapkan olehmu tiga kali, dan aku akan mendengarkannya. Maka
Nabi Saw. Mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH tiga kali sambil memejamkan kedua
matanya dan mengeraskan suaranya, sedangkan Sayyidina ‘Ali r.a mengucapkan LAA
ILAAHA ILLALLAH tiga kali, sedangkan Nabi Saw memdengarkannya”. (Hadits
dengan sanad sahih, dalam kitab Jami’ul Ushul Auliya).
Dalam
kitab Tanwirul Quluub dijelaskan cara gerakan dzikir agar terjaga dari
datangnya Syetan, merujuk Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al’Arof ayat 17: “Demi
Allah (kami Syetan) akan datang kepada manusia melalui arah depan, arah
belakang, arah kanan dan arah kiri”. Ayat ini menunjukan arah datangnya
syetan untuk menggoda manusia agar menjadi ingkar terhadap Allah. Jelas,
sasarannya manusia melalui empat arah; 1. Depan 2. Belakang 3. Kanan 4. Kiri.
Maka, dzikirnya pun harus menutup empat arah. Dalam kitab Tanwirul Qulub:
ucapkan kalimat “LAA” dengan diarahkan dari bawah pusat tarik sampai
otak hal ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah depan dan
belakang. Adapun ditarik kalimat itu ke otak karena syetan mengganggu
otak/pikiran kita sehingga banyak pikiran kotor atau selalu suuddzon.
Dan “ILAA” dengan diarahkan ke susu kanan atas, dan kalimat “HA” diarahkan
ke arah susu kanan bagian bawah adapun ini untuk menutup pintu syetan yang
datang dari arah kanan. Dan “ILLALLAH” diarahkan ke susu kiri yang
bagian atas serta bawahnya, hal ini untuk menutup pintu syetan yang datangnya
dari arah kiri, namun lapadz jalalah yaitu lapadz “ALLAAH”nya
diarahkan dengan agak keras ke susu kiri bagian bawah sekitar dua jari, karena
disanalah letaknya jantung atau hati (keras bagaikan batu) sebagaimana pendapat
Imam al-Ghazali. Adapun syarat berdzikir menurut para Ulama Tasawuf:
1.
Dengan
berwudlu sempurna
2.
Dengan
suara kuat/ keras
3.
Dengan
pukulan yang tepat ke hati sanubari
D.
Fadilah
dan Hikmah Dzikir Keras
Dalam
kitab ulfatu mutabarikin dan kitab makanat al-dzikri bahwasanya
Rasul pernah bersabda: “sebaik-baik dzikir adalah dalam hati”. Dalam kitab
tersebut dijelaskan hal itu bagi orang yang telah mencapai kelembutan bersama
Allah, hati bersih dari penyakit, hati yang sudah lembut. Sedangkan dzikir
keras itu lebih utama bagi orang yang hatinya keras bagaikan batu, sehingga
sulit untuk tunduk pada perintah Allah karena sudah dikuasai oleh nafsunya.
Dalam
kitab Miftah al-shshudur karya Sulthon Auliya As-Sayyid Asy-Syekh
Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Syekh Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a. bahwa “Sulthon
Awliya As-Sayyid Syekh Abu A-Mawahib Asy-Syadzili r.a. berkata: “Para
ulama thariqat berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama, apakah dzikir
sir (hati) atau dzikir jahar (keras), menurut pendapat saya bahwa dzikir jahar
lebih utama bagi pendzikir tingkat pemula (bidayah) yang memang hanya dapat
meraih dampak dzikir dengan suara keras dan bahwa dzikir sir (pelan) lebih
utama bagi pendzikir tingkat akhir (nihayah) yang telah meraih
al-Jam’iyyah (keteguhan hati kepada Allah)”.
Imam
Bukhori, dalam kitab Sahihnya bab dzikir setelah salat fardlu, berkata: “Ishaq
ibnu Nasr memberitahu kami, dia berkata’Amru memberitahu saya bahwa Abu Ma’bad,
pelayan Ibnu Abbas, semoga Allah meridloi keduanya, memberitahu Ibnu Abbas
bahwa “Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika jama’ah selesai dan shalat
fardlu sudah biasa dilakukan pada masa Nabi Muhammad. Ibnu Abbas berkata: “Aku
tahu hal itu, saat mereka selesai shalat karena aku mendengarnya”. Sayyid
Ahmad Qusyayi. Q.s., berkata: ”inilah dalil keutamaan dzikir keras (jahar) yang
didengar orang lain, dengan demikian ia membuat orang lain berdzikir kepada
Allah dengan dzikirnya kepada Allah“.
Dzikir
keras tidak akan meresahkan atau mengganggu orang yang hatinya penuh dengan
cinta kepada Allah. Dengan terdengarnya dzikir menjadi magnet (daya tarik) yang
kuat bagi orang yang beriman, bahkan menjadi kenikmatan tersendiri. Sebagaimana
firman Allah dalam al-Qur’an QS.al-Anfal ayat 2 : “Sesungguhnya orang-orang
yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya,
Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat imannya dan mereka
hanya kepada Allah saja berserah diri”.
Ulama
ahli ma’rifat mengatakan bahwa untuk mencapai ma’rifat kepada Allah bisa
diperoleh dengan kebeningan hati. Sedangkan kebeningan hati itu bisa dicapai
dengan suatu thoriqoh (cara), diantaranya banyak berdzikir kepada Allah.
Jadi, ma’rifat tidak akan bisa diperoleh jika hati kita busuk penuh dengan
kesombongan, ria, takabur, iri dengki, dendam, pemarah, malas beribadah dan
lain-lain. Oleh sebab itu dzikir diantara salah satu cara (thiriqoh)
untuk membersihkan hati.
Sebab,
manusia sering menyalahgunakan fitrah yang diberikan Tuhan, sehingga hati
mereka menjadi keras. Sifat-sifat yang tidak terpuji tersebut, mendorong
manusia memiliki hati yang keras melebihi batu. Hal tersebut sebagaimana
kalimat yang tercantum dalam al-Quran surat al-Baqoroh ayat 74:
§NèO
ôM|¡s%
Nä3ç/qè=è%
.`ÏiB
Ï÷èt/
Ï9ºs
}Îgsù
Íou$yÚÏtø:$$x.
÷rr&
x©r&
Zouqó¡s%
4 ¨bÎ)ur
z`ÏB
Íou$yfÏtø:$#
$yJs9
ã¤fxÿtFt
çm÷ZÏB
ã»yg÷RF{$#
4 ¨bÎ)ur
$pk÷]ÏB
$yJs9
ß,¤)¤±o
ßlã÷usù
çm÷YÏB
âä!$yJø9$#
4 ¨bÎ)ur
$pk÷]ÏB
$yJs9
äÝÎ6öku
ô`ÏB
Ïpuô±yz
«!$#
3 $tBur
ª!$#
@@Ïÿ»tóÎ/
$£Jtã
tbqè=yJ÷ès?
ÇÐÍÈ
Artinya: “Kemudian setelah itu
hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara
batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan
diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan
diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan
Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”.
Dari
ayat tersebut hati manusia yang membangkang terhadap Allah menjadikan hatinya
keras bagaikan batu bahkan lebih keras daripada batu. Maka, jalan keluarnya
untuk melembutkan hati yang telah keras bagaikan batu sehingga kembali tunduk
kepada Allah, sebagaimana Ulama ahli ma’rifat mengatakan penafsirkan
ayat tersebut, sebagaimana dalam kitab miftahu Ash-Sshudur karya Sulthon
Awliya Assayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Ahmad Shohibul wafa Tajul
‘Arifin r.a. bahwa:
فكما ان الحجر لا ينكثر الا بقوة ضرب
المؤل فكدالك القلب لا ينكثر الا بقوة لان الدكر لا يؤثر فى جمع الثنة القلب صاحبه
الا بقوة
“fakamaa annal
hajaro laa yankasiru illa biquwwatin dlorbil muawwil fakadzaalikal
qolbu laayankasiru illa biquwwati liannadz dzikro laa yu’tsiru fiijam’i tsanaati qolbi
shohibihi illa biquwwatin”
Artinya
“sebagaimana batu tidak pecah kecuali bila dipukul dengan tenaga penuh
pukulan palunya, demikian hati yang membatu tidak akan hancur kecuali dengan
pukulan kuatnya suara dzikir
Demikian pula dzikir tak akan memberi dampak dalam menghimpun fokus hati
pendzikirnya yang terpecah pada Allah kecuali dengan suara keras”.
E. Daftar Referensi
Tafsir
Ibnu al-Katsir. Hadits Shahih al-Bukhari. Sya’bu al-Iman. Kifayat al-Atqiya. Miftah
al-Sshudur. Ulfat al-Mutabarrikin. Makanat al-dzdzikri. Haqiqat al-Tawwasulu wa
al-Wasilat al-Adlow’il kitabi wa As-Sunnah.
Tanwir al Miqbas. Tanwir al-Qulub.
Intermezzo:
Ada anekdot dari seorang Ulama
Tasawuf pengamal thoriqoh: suatu hari ada dialog antara mahasiswi dan
ulama tasawuf. Mahasiswi bertanya: “Pak Kiai, kenapa dzikir mesti keras (jahar)
padahal Allah itu tidak tuli?”. Ulama Tasawuf menjawab dengan membalikan
pertanyaan: “yang bisa kena sifat tuli itu yang memiliki telinga atau tidak?”.
Mahasiswi menjawab: “iya yang punya telinga”. Ulama Tasawuf kembali bertanya:
“Kalau Allah punya telinga tidak?”. Mahasiswi menjawab: “tidak punya”. Ulama
tasawuf kembali bertanya lagi: “apakah dengan suara keras makhluk akan merusak
pendengaran Allah?”. Mahasiswi menjawab: “tidak Pak Kiai”.
Selanjutnya
Ulama Tasawuf mengatakan: “oleh sebab itu istighfarlah dan bersyahadatlah
dengan baik, bagaimanapun Allah tidak akan tuli dan tidak akan rusak
pendengaran-Nya oleh suara kerasnya makhluk. Bagi-Nya suara keras maupun pelan
terdengar oleh Allah sama. Hanya saja, hati manusia yang tuli akan perintah
Allah. Jadi, dzikir keras bukan untuk Allah dan bukan ingin didengar oleh Allah
karena Allah sudah tahu. Tapi tujuan dzikir keras itu diarahkan untuk hati yang
tuli kepada Allah yang keras bagaikan batu sedangkan kita tahu batu itu tidak
akan hancur kecuali dengan pukulan yang kuat, begitupun hati yang keras
bagaikan batu tidak akan hancur kecuali dengan suara pukulan dzikir yang kuat.
Jadi, Allah tidak butuh akan dzikir kita, sebaliknya kitalah yang butuh akan
dzikir kepada Allah supaya hati menjadi lembut, bersih dan ma’rifat kepada
Allah.
Assalamu’alaikum
wr. wb.
Perhatian-perhatian….!
Diberitahukan
kepada para penumpang "TQN SURYALAYA AIR" nomor penerbangan
165, dalam perjalanan Ruhani yang sedang ditempuh, dengan ketinggian jelajah
Ilmu-Amaliyah, Amal-Ilmiah, yang bertujuan meningkatkan Iman dan Taqwa kepada ILLAHI
ROBBI, penumpang diharap tetap mengenakan sabuk Amanah dalam Robithoh dan
Khidmat kepada Sulthon Awliya Assayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah
Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a., untuk menegakan kursi Islam, Iman,
Ikhsan & Ikhlas.
Penerbangan
ini bebas asap DENGKI, IRI, RIYA, SUM'AH dan UJUB, berpegang
teguh pada Tali Allah.
Selamat
menikmati penerbangan ini, semoga sampai tujuan di Bandara : "ILAHI
ANTA MAQSUDI WA RIDHOKA MATLUBI A'TINI MAHABATAKA WA MA'RIFATAKA”.
الهي انت مقصودي ورضاك مطلوبي اعطني محبتك ومعرفتك