Monday, October 27, 2014

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL



MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Oleh: Jawi”Marbawi”Al-Kurdy


1.         Pengertian Pengajaran Kontekstual
Strategi pengajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi    tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga peserta didik  memiliki pengetahuan dan  keterampilan   yang  secara   fleksibel  dapat   diterapkan   dari  satu permasalahan kepermasalahan lainnya.[1]
Pengajaran kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik  membuat  hubungan antara pengetahuan  yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajarai dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial budaya masyarakat.[2]
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana menjelaskan “pengajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran holistic yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata. [3]

2.         Komponen-Komponen Pengajaran Kontekstual
a.       Konstruktivisme (Constructivism)
Belajar berdasarkan konstruktivisme adalah mengkonstruksi pengetahuan. Pengetahuan dibangun melalui proses asimilasi dan akomodasi   (pengintegrasian   pengetahuan   baru   terhadap   struktur kognitif yang sudah ada dan penyesuaian struktur kognitif dengan informasi baru)  maupun dialektika  berfikir  thesa-antithesa-sinthesa. Proses kontruksi pengetahuan melibatkan pengembangan logika deduktif-induktif-hipotesis-verifikasi.  Belajar  konteks  ini  berangkat dari kenyataan bahwa pengetahuan itu terstruktur. Pengetahuan merupakan jalinan secara integratif dan fungsional dari konsep-konsep pendukungnya. Pemahaman  arti dan makna  struktur merupakan tesis penting dari pembelajaran berbasis kontruktivisme.[4]
b.      Menemukan (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pengajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta- fakta, tetapi hasil menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang Diajarkan.[5] Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama yang berbasisi kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir peserta didik, bagi peserta didik bertanya merupakan bagian   penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi,   mengkonfirmasikan   apa   yang   sudah   diketahui   dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.[6]
c.    Masyarakat Belajar ( learning Community)
Pengajaran kontekstual menekankan arti penting pengajaran sebagai proses sosial. Melalui interaksi dalam komunitas belajar proses dan hasil belajar  menjadi lebih bermakna. Hasil belajar diperoleh dari berkolaborasi dan kooperasi. Dalam praktiknya masyarakat belajarterwujud dalam kelompok kecil, pembentukan kelompok besar, medatangkan ahli dalam kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja sama dengan masyarakat.[7]
d.   Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan  modeling adalah proses pengajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta  didik.  Misalnya  guru  memberikan  contoh  bagaimana cara mengoprasionalkan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan kalimat asing.
Proses modeling tidak terbatas dari guru saja akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan peserta didik yang dianggap memiliki kemampuan misalkan peserta didik yang pernah menjadi juara dalam membawa puisi dapat  disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya.[8]
e.    Refleksi (Reflection)
Refleksi  adalah  bagian  penting  dalam  pengajaran kontekstual. Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisir kembali, menganalisis kembali, mengklarifiksi kembali, dan mengevaluasi hal yang telah dipelajari.[9]
f.    Penilaian yang sebenarnya (Authentic assessment)
Penilaian autentik adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.[10]
Dalam pembelajaran kontekstual hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi peserta didik antara lain kegiatan dan laporannya, pekerjaan rumah, kuis, hasil karya, presentasi atau penampilan peserta didik, demontrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.[11]
Berikut ini adalah table komponen pembelajaran kontekstual yang dijelaskan oleh Martinis Yamin[12] :

Tabel 1.2
Komponen Pengajaran Kontekstual

No
Komponen
1
Kontruktivisme (landasan berfikir filosofi kontekstual pengetahuan itu dibangun oleh diri sendiri, dimulai pengetahuan yang sedikit yang diperluaskan berdasarkan pengalaman dan interaksi social serta lingkungan)
2
Questioning (guru bertanya menggali informasi tentang apa yang sudah diketahui dan mengarah pada aspek yang belum diketahui. Bertanya merupakan analisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan.
3
Inquiry (pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan merupakan hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri dengan cara (1) merumuskan masalah (2) mengumpulkan data melalui observasi (3) menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya, (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.
4
Learning Community (belajar merupakan sharing dengan teman atau bekerjasama dengan orang lain, saling member informasi)
5
Modeling (guru menciptakan peserta didik untuk meniru dengan mendemonstrasi dan mencontoh suatu pengetahuan dan keterampilan sehingga peserta didik dapat melakukannya)
6
Reflection (gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima, peserta didik dapat merasakan ide baru tersebut dalam pikirannya)
7
Authentic Assessement (guru mempergunakan assessement sebagai gambaran perkembangan belajar peserta didik melalui proses)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakekat pengajaran kontekstual itu dibangun melalui pengalaman diri, interaksi soaial, dan dengan lingkungan nyata. Peserta didik dibimbing untuk mempergunakan penalaran dan pemahaman yang mendalam melalui berpikir kritis dan kreatif. Dengan beberapa prinsip yang diurai  di atas, maka pengajaran kontekstual merupakan strategi yang aktivitas  pengajarannya berpusat pada peserta didik dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi , kerjasama, saling membantu sesame peserta didik, menggali, menemukan, mencontoh suatu pengetahuan dan keterampilan, menemukan ide-ide, dan perkembangan belajar yang dinilai melalui proses.

3.      Karakteristik Pengajaran Kontekstual
Menurut  Wina  Sanjaya  dalam  proses  pengajaran  Kontekstual terdapat lima karakteristik penting yaitu :
a.       Activiting knowledge artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari.
b.      Understanding knowledge artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk pahami dan diyakini.
c.       Acquiring  knowledge  memperoleh  pengetahuan  baru  dengan  cara deduktif  artinya  pembelajaran  dimulai  dengan  mempelajari  secara sederhana kemudian memperhatikan detailnya.
d.      Applying  knowledge  artinya  pengetahuan  dan  pengalaman   yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik.
e.       Reflecting knowledge artinya  melakukan refleksi   terhadap  strategi pengembangan pengetahuan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.[13]
Sedangkan menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana bahwa pengajaran kontekstual mempunyai sepuluh karakteristik, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Kerjasama antar peserta didik dan guru (cooperative)
b.      Saling membantu antar peserta didik dan guru (assist)
c.       Belajar dengan bergairah (enjoyfull learning)
d.      Pembelajaran terintegrasi secara kontekstual
e.       Menggunakan multimedia dan sumber belajar
f.       Cara belajar siswa aktif (student active learning)
g.      Sharing bersama teman (take and give)
h.      Siswa kritis dan guru kreatif
i.        Didinding kelas dan lorong kelas penuh dengan karya siswa
j.        Lapran siswa bukan hanya buku raport, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan sebagainya.[14]

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik pengajaran kontekstual adalah mempelajari pengetahuan yang sudah dipelajari, memahami dan meyakini pengetahuan yang sudah diperoleh, mempelajari yang sederhana dan memperhatikan secara detail, mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, serta melakukan refleksi terhadap  strategi pengembangan pengetahuan.


4.         Strategi Pengajaran Kontekstual
Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD)   penerapan   strategi   pembelajaran   kontekstual   digambarkan sebagai berikut :
a.       Relating,  belajar  dikaitkan  dengan  konteks  pengalaman  kehidupan nyata.
b.      Experiencing, belajar adalah kegiatan “ mengalami, peserta didik berproses  secara  aktif  dengan  hal  yang  dipelajari  dan  berupaya melakukan ekspolasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptkan hal baru dari apa yang dipelajarinya.
c.       Applying, belajar menekankan pada proses mendemontrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya.
d.      Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui belajar berkelompok.
e.       Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.[15]
Penjelasan tersebut di atas menyimpulkan bahwa gambaran strategi pengajaran kontekstual adalah memaknai pengajaran bagi peserta didik dalam kehidupan nyata dengan berusaha untuk menemukan dan menciptakan hal-hal yang baru, serta dapat mendemontrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya, supaya terwujud kemampuan pengetahuan yang dimiliki meski dalam kondisi apapun.


[1] Agus  Supriyono,  Cooperative  Learning  Teori  &  Aplikasi  PAIKEM,  (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2010),  hlm. 79.
[2] Ibid, hlm. 80.
[3] Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran. (Bandung: Refika Adipratama, 2012). hlm. 67
[4] Ibid, hlm. 85.
[5] Trianto, Mendesain Model Pembelajarn Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm. 114.
[6] Ibid, hlm. 115.
[7] Supriyono, Op. Cit, hlm. 87
[8] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 267
[9] Supriyono, Loc. Cit, hlm. 88
[10] Sanjaya, Op. Cit, hlm. 269
[11] Trianto, Loc. Cit, hlm. 120.
[12] Martinis Yamin, Strategi & Metode Dalam Model Pembelajaran. (Jakarta: Referensi (GP Pres Grup), 2013), hlm. 56
[13] Sanjaya, Loc. Cit, hlm. 256
[14] Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Op. Cit, hlm. 69
[15] Supriyono, Loc. Cit, hlm. 84.

No comments:

Post a Comment