MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Oleh: Jawi”Marbawi”Al-Kurdy
1.
Pengertian Pengajaran Kontekstual
Strategi pengajaran kontekstual merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi
peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka
sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga peserta
didik memiliki pengetahuan dan
keterampilan
yang secara fleksibel
dapat
diterapkan dari
satu permasalahan kepermasalahan lainnya.[1]
Pengajaran kontekstual
atau Contextual Teaching
Learning (CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata dan
mendorong
peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka
pelajarai dengan cara menghubungkannya dengan
konteks kehidupan mereka
sendiri dalam lingkungan sosial budaya masyarakat.[2]
Nanang
Hanafiah dan Cucu Suhana menjelaskan “pengajaran kontekstual merupakan suatu
proses pembelajaran holistic yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik
dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull)
yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata. [3]
2.
Komponen-Komponen
Pengajaran Kontekstual
a.
Konstruktivisme (Constructivism)
Belajar berdasarkan
konstruktivisme adalah mengkonstruksi pengetahuan. Pengetahuan dibangun melalui proses
asimilasi dan akomodasi
(pengintegrasian pengetahuan baru terhadap struktur kognitif yang sudah ada
dan
penyesuaian struktur
kognitif
dengan informasi baru)
maupun dialektika berfikir thesa-antithesa-sinthesa.
Proses kontruksi pengetahuan melibatkan
pengembangan logika deduktif-induktif-hipotesis-verifikasi. Belajar
konteks ini berangkat dari kenyataan bahwa pengetahuan itu terstruktur. Pengetahuan merupakan jalinan secara integratif dan fungsional dari konsep-konsep pendukungnya. Pemahaman
arti dan makna struktur merupakan tesis
penting dari pembelajaran berbasis kontruktivisme.[4]
b.
Menemukan (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti
dari
kegiatan pengajaran
berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan
bukan hasil
mengingat seperangkat fakta- fakta, tetapi
hasil
menemukan
sendiri. Guru harus
selalu merancang
kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang
Diajarkan.[5]
Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama yang berbasisi kontekstual.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir peserta didik, bagi peserta didik bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran
yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.[6]
c. Masyarakat Belajar ( learning Community)
Pengajaran kontekstual
menekankan arti penting pengajaran sebagai proses sosial. Melalui interaksi
dalam komunitas belajar proses
dan hasil belajar menjadi lebih bermakna. Hasil belajar diperoleh dari berkolaborasi
dan
kooperasi. Dalam praktiknya
“masyarakat belajar”
terwujud dalam kelompok kecil, pembentukan
kelompok besar, medatangkan
ahli
dalam kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja
kelompok dengan
kelas di
atasnya, bekerja sama dengan masyarakat.[7]
d. Pemodelan (Modeling)
Yang
dimaksud
dengan modeling
adalah proses
pengajaran dengan memperagakan
sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru
oleh setiap peserta didik. Misalnya guru
memberikan contoh bagaimana
cara mengoprasionalkan sebuah alat, atau
bagaimana cara melafalkan kalimat asing.
Proses modeling tidak terbatas dari guru saja akan tetapi
dapat juga guru memanfaatkan peserta didik yang dianggap memiliki kemampuan
misalkan peserta
didik yang pernah menjadi juara
dalam membawa puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di
depan teman-temannya.[8]
e. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah bagian penting dalam
pengajaran kontekstual. Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali,
mengorganisir kembali, menganalisis kembali, mengklarifiksi
kembali,
dan mengevaluasi hal
yang telah
dipelajari.[9]
f. Penilaian yang sebenarnya (Authentic assessment)
Penilaian autentik adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang
dilakukan siswa. Penilaian ini
diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan
baik intelektual maupun mental siswa.[10]
Dalam pembelajaran
kontekstual
hal-hal yang bisa
digunakan
sebagai dasar menilai prestasi
peserta didik antara lain kegiatan
dan
laporannya, pekerjaan rumah, kuis, hasil karya, presentasi atau
penampilan peserta didik, demontrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis
dan karya tulis.[11]
Berikut ini adalah
table komponen pembelajaran kontekstual yang dijelaskan oleh Martinis Yamin[12]
:
Tabel 1.2
Komponen Pengajaran
Kontekstual
No
|
Komponen
|
1
|
Kontruktivisme (landasan berfikir filosofi kontekstual
pengetahuan itu dibangun oleh diri sendiri, dimulai pengetahuan yang sedikit
yang diperluaskan berdasarkan pengalaman dan interaksi social serta
lingkungan)
|
2
|
Questioning (guru bertanya menggali informasi tentang apa yang
sudah diketahui dan mengarah pada aspek yang belum diketahui. Bertanya
merupakan analisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan.
|
3
|
Inquiry (pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta
didik diharapkan bukan merupakan hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi
hasil dari menemukan sendiri dengan cara (1) merumuskan masalah (2)
mengumpulkan data melalui observasi (3) menganalisis dan menyajikan hasil
tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya, (4)
mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas,
atau audiens yang lain.
|
4
|
Learning Community (belajar merupakan sharing dengan teman atau
bekerjasama dengan orang lain, saling member informasi)
|
5
|
Modeling (guru menciptakan peserta didik untuk meniru dengan
mendemonstrasi dan mencontoh suatu pengetahuan dan keterampilan sehingga
peserta didik dapat melakukannya)
|
6
|
Reflection (gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru
saja diterima, peserta didik dapat merasakan ide baru tersebut dalam
pikirannya)
|
7
|
Authentic Assessement (guru mempergunakan assessement sebagai
gambaran perkembangan belajar peserta didik melalui proses)
|
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakekat pengajaran kontekstual itu dibangun
melalui pengalaman diri, interaksi soaial, dan dengan lingkungan nyata. Peserta
didik dibimbing untuk mempergunakan penalaran dan pemahaman yang mendalam
melalui berpikir kritis dan kreatif. Dengan beberapa prinsip yang diurai di atas, maka pengajaran kontekstual merupakan strategi yang aktivitas pengajarannya
berpusat pada peserta didik dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
, kerjasama, saling membantu sesame peserta didik, menggali, menemukan,
mencontoh suatu pengetahuan dan keterampilan, menemukan ide-ide, dan
perkembangan belajar yang dinilai melalui proses.
3. Karakteristik Pengajaran Kontekstual
Menurut
Wina Sanjaya dalam
proses
pengajaran Kontekstual terdapat lima karakteristik penting yaitu :
a.
Activiting knowledge
artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah
dipelajari.
b.
Understanding knowledge artinya pengetahuan yang diperoleh bukan
untuk dihafal tapi untuk pahami dan diyakini.
c.
Acquiring knowledge
memperoleh pengetahuan baru dengan cara
deduktif artinya pembelajaran dimulai
dengan mempelajari secara
sederhana kemudian memperhatikan detailnya.
d.
Applying knowledge
artinya
pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik.
e.
Reflecting knowledge artinya melakukan refleksi terhadap
strategi pengembangan
pengetahuan sebagai umpan balik untuk proses
perbaikan dan penyempurnaan strategi.[13]
Sedangkan menurut Nanang
Hanafiah dan Cucu Suhana bahwa pengajaran
kontekstual mempunyai sepuluh karakteristik, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a.
Kerjasama antar peserta didik dan
guru (cooperative)
b.
Saling membantu antar peserta
didik dan guru (assist)
c.
Belajar dengan bergairah (enjoyfull learning)
d.
Pembelajaran terintegrasi secara
kontekstual
e.
Menggunakan multimedia dan sumber
belajar
f.
Cara belajar siswa aktif (student active learning)
g.
Sharing bersama teman (take and give)
h.
Siswa kritis dan guru kreatif
i.
Didinding kelas dan lorong kelas
penuh dengan karya siswa
j.
Lapran siswa bukan hanya buku
raport, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa
dan sebagainya.[14]
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa karakteristik pengajaran
kontekstual adalah mempelajari pengetahuan yang sudah dipelajari, memahami dan
meyakini pengetahuan yang sudah diperoleh, mempelajari yang sederhana dan
memperhatikan secara detail, mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, serta
melakukan refleksi terhadap
strategi pengembangan
pengetahuan.
4.
Strategi Pengajaran Kontekstual
Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD) penerapan strategi pembelajaran kontekstual
digambarkan sebagai
berikut :
a.
Relating, belajar
dikaitkan dengan
konteks
pengalaman kehidupan
nyata.
b.
Experiencing, belajar adalah kegiatan
“ mengalami”, peserta didik berproses
secara
aktif
dengan
hal yang dipelajari dan
berupaya melakukan ekspolasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptkan hal baru dari apa yang dipelajarinya.
c.
Applying, belajar menekankan pada proses mendemontrasikan pengetahuan yang
dimiliki dalam
konteks dan pemanfaatannya.
d.
Cooperating, belajar merupakan
proses
kolaboratif
dan kooperatif melalui belajar berkelompok.
e.
Transferring, belajar menekankan
pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks
baru.[15]
Penjelasan tersebut di atas menyimpulkan bahwa
gambaran strategi pengajaran
kontekstual adalah memaknai pengajaran
bagi peserta didik dalam kehidupan nyata dengan berusaha untuk menemukan dan
menciptakan hal-hal yang baru, serta dapat mendemontrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya, supaya terwujud kemampuan pengetahuan yang
dimiliki meski dalam kondisi apapun.
[1] Agus Supriyono,
Cooperative Learning Teori & Aplikasi
PAIKEM,
(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2010), hlm. 79.
[3]
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep
Strategi Pembelajaran. (Bandung: Refika Adipratama, 2012). hlm. 67
[5] Trianto, Mendesain Model Pembelajarn Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm. 114.
[6] Ibid, hlm. 115.
[8] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 267
[10] Sanjaya, Op. Cit, hlm. 269
[12]
Martinis Yamin, Strategi & Metode
Dalam Model Pembelajaran. (Jakarta: Referensi (GP Pres Grup), 2013), hlm.
56
[14]
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Op. Cit,
hlm. 69
No comments:
Post a Comment